Izin Tidak Terbit, Pengusaha Tambang Akan Gugat Dua Instansi Pemda di PTUN
Pihak CV Dua Tujuh Group melakukan konferensi pers di cafe Padi, rabu malam. |
BONE, TUNTAS.ID - Pihak Perusahaan penambang CV Dua Tujuh Group mengeluhkan tidak diterbitkannya izin operasional pertambangan batu gamping/kapur yang berlokasi di desa Wollangi, kecamatan Barebbo, kabupaten Bone, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Mereka mengaku terkendala mendapat izin operasional dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Sulawesi Selatan karena adanya surat penolakan dari DLH Bone dan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Wae Manurung kabupaten Bone.
Hal itu disampaikan Konsultan Hukum CV Dua Tujuh Group Muhammad Arma Amin SH MH saat gelar Konferensi Pers di cafe Padi, Jl Reformasi, Watampone, kabupaten Bone, Sulawesi Selatan (Sulsel), Rabu (08/05/2024) malam.
Arma mengatakan penolakan DLH dan PDAM Bone terhadap rencana kegiatan pertambangan di Desa Wollangi tidak memiliki dasar yang kuat.
Dikatannya, CV Dua Tujuh Group telah memenuhi semua persyaratan yang diperlukan, termasuk persetujuan tata ruang dari kabupaten dan provinsi yang berupa PKKPR.
"Telah disetujui (syarat sah menambang itu adalah telah tersetujuinya tata ruang)," jelas Arma.
Ia pun menjelaskan aktivitas pertambangan yang direncanakan di desa Wollangi telah mendapat persetujuan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dengan nomor induk berusaha berbasis risiko, telah memiliki WIUP eksplorasi, studi kelayakan, dan telah disahkan oleh Kementerian ESDM.
"Tidak ada pelanggaran terkait dengan keberadaan mata air di lokasi tersebut," ujarnya.
Arma mengatakan batas sempadan mata air menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) adalah 200 meter, sementara jarak pertambangan yang direncanakan adalah 500 meter.
"Tidak ada bukti kegiatan penambangan merusak mata air," tegasnya.
DLH Bone, kata Arma, secara rutin memantau kualitas dan kuantitas mata air Wollangi, dan hasilnya hingga saat ini masih dalam kondisi baik.
"Pemantauan ini dilakukan oleh Ibu Yuli, staf DLH Bone sendiri," katanya.
Arma menambahkan di tahun 2022-2023, terjadi kemarau panjang yang menyebabkan penurunan debit mata air Wollangi. Namun, pada tahun 2024, debit mata air tersebut telah kembali normal seiring dengan peningkatan curah hujan.
Arma Amin selaku konsultan CV. Dua Tujuh Group mengungkapkan kekecewaannya terhadap penolakan pertambangan yang mereka ajukan di Kabupaten Bone.
Menurutnya, penolakan tersebut tidak didasarkan pada aturan hukum yang berlaku, sementara disisi lain semua aturan yang berlaku di sistem, mulai dari tahap kabupaten sampai provinsi, telah dipatuhi. Bahkan, mereka sudah membayar pajak yang langsung disetor ke Kasda Provinsi.
"Penolakan pertambangan ini kami pertanyakan alasan hukumnya tidak pernah mensurvei lokasi tiba-tiba melakukan penolakan," sebutnya.
"Penolakan tidak berdasar dengan aturan dan tidak ada juga rekomendasi untuk memenuhi syarat, sementara kita sudah tahap finishing karena sejak bulan 12 kajian, sampai sekarang kita tidak mendapat kejelasan gara-gara surat pernyataan penolakan itu," tambahnya.
Dirinya juga menyoroti ketidaksetaraan perlakuan terhadap pertambangan legal dan ilegal.
"Yang membuat sakit hati adalah kita mau bermitra, justru dipersulit. Sementara di sisi lain ada tambang ilegal yang beroperasi tanpa hambatan," ucapnya dengan penuh kesal.
Sementara itu Direktur CV Dua Tujuh Group Arafah menyampaikan harapannya agar pihak terkait membalas surat DLH provinsi dan menjelaskan juga menjabarkan kekeliruannya atau sarannya yang mendasar sesuai regulasi atau undang-undang yang berlaku.
"Kami ingin bermitra dengan pemerintah bukan mau bertentangan dengan pemerintah kabupaten Bone," harapnya.
Ia juga menyampaikan kesiapannya untuk melakukan penghijauan di lokasi tambang tersebut.
"Kami akan siapkan ribuan pohon pohon jati untuk lokasi yang gundul," kata Arafah.
Meski sudah melakukan berbagai upaya untuk menyelesaikan masalah ini namun, pihak CV Dua Tujuh Group mengaku sudah mengalami kerugian hingga ratusan juta rupiah. Mereka tidak punya pilihan selain mengambil langkah hukum.
"Langka itu kita tempuh karena kerugian sudah ratusan juta rupiah. Untuk dokumen pertambangan saja, sudah keluar dana 3 sampai 4 ratus juta, karena untuk melengkapi semua dokumen kita gunakan konsultan, kita gunakan ahli geologi," ungkap Arma Amin.
Terkait persoalan itu, mereka berencana untuk menempuh jalur hukum dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk mencari keadilan.
Posting Komentar