Keluhkan Penjualan Pupuk Sistem Paket, Petani di Bone Harap Pemerintah Turun Tangan
Pasalnya, penjualan pupuk bersubsidi dipaketkan dengan pupuk non-subsidi.
Seperti yang diungkapkan TN, salah seorang petani di kecamatan Tanete Riattang Barat.
TN menilai, kebijakan dari pengecer tersebut sangat memberatkan petani terkhusus dirinya, karena terkesan diwajibkan.
"Pupuk bersubsidi yang dibeli itu, per sak-nya dipaketkan dengan satu kantong pupuk non-subsidi seberat 6 ons seharga Rp 10 ribu," kata TN saat ditemui, Senin (22/07/2024).
TN menyebut, setiap musim tanam rata-rata petani disekitarnya membutuhkan rata-rata diatas 10 sak pupuk bahkan sampai di atas 20 sak.
"Jadi misalnya, kebutuhan 10 atau 20 sak berarti kita juga wajib beli non-subsidi 10 atau 20 kantong dengan harga Rp 10 ribu per kantong," ujarnya.
"Sementara harga pupuk bersubsidi seperti urea dan NPK phonska dijual dengan harga yang sama, yakni Rp 115 ribu. Berarti setiap saknya yang dibayarkan Rp 125 ribu per saknya," tambahnya.
Ia pun mengaku pernah protes ke pihak pengecer, namun informasi yang ia dapatkan jika itu bersifat wajib.
Bahkan menurut dia, RM salah satu petani pernah meminta (menawar) untuk tidak diambil semua pupuk non-subsidinya, tapi tidak diindahkan pihak pengecer.
"Waktu itu RM menawar karena jatah pupuknya sebanyak di atas 10 sak. Dia minta agar 10 sak saja yang dipaketkan, dengan alasan sisa uangnya mau dibelikan bahan bakar tapi permintaannya tidak dihiraukan," katanya.
Ia berharap agar pemerintah turun tangan menindak hal ini.
Menanggapi hal itu, pihak kios pengecer dari Cahaya Tani II, Kamaruddin membenarkan hal tersebut.
Meski tidak ada regulasi terkait kebijakan yang mengatur tentang penjualan pupuk subsidi dalam bentuk paket yang berisi pupuk subsidi dan non-subsidi, namun Kamaruddin berkilah jika pupuk tersebut juga produk pemerintah.
"Pupuk non-subsidi yang diberikan ke petani dalam bentuk kemasan berjenis ZA itu juga merupakan produk pemerintah," jelas Kamaruddin saat ditemui, Selasa (23/07/2024).
Meski itu hanya akal-akalan pihak pengecer. Namun menurut Kamaruddin, penjualan bentuk paket yang berisi pupuk subsidi dan non-subsidi tersebut, untuk penyeimbang.
Kata dia, seharusnya diberikan (dijual) ke petani 1 sak per hektar dengan harga Rp 350 ribu. Namun harganya mahal, maka dipaketkan dengan harga Rp 10 ribu per kantong.
"Pupuk ZA dengan berat 25 kilogram itu tidak diberikan langsung ke petani, mereka tidak sanggup membeli," katanya
"Kalau itu mau dipersoalkan, hampir semua pengecer begitu, karena dari atas," sebutnya.
Kamaruddin kemudian menyebut nama CV Semoga Raya sebagai distributor.
"Anunya di sini, pak Angkasa," katanya.
Selaras dengan yang disampaikan Kamaruddin, keluhan soal biaya tambahan terkait pembelian pupuk bersubsidi juga terjadi di beberapa wilayah, termasuk di Kelurahan Biru, kecamatan Tanete Riattang.
Menurut JU, petani setempat, dia diwajibkan membayar biaya administrasi Rp 15 ribu setiap kali pengambilan.
Posting Komentar